MISKALKULASI PEMAKNAAN HARI IBU

 

 

Sebenarnya, perlu nggak sih kita merayakan hari ibu? Apakah itu berarti kasih sayang kita kepada Ibu hanya ada pada satu hari tersebut? Beberapa pertanyaan yang sering bermunculan dan masih menjadi tanda tanya besar.

Berbicara tentang hari ibu atau sering disebut dengan “Mother’s Day”, bukan lagi suatu hal yang tabu. apalagi di kalangan remaja. Peringatan hari ibu begitu ramai bemunculan hampir di seluruh social media. Meskipun ada beberapa yang tidak tertarik atau bahkan menentang adanya hari ibu.

Peringatan hari ibu selalu jatuh setiap tanggal 22 Desember. Dan pada hari itu juga kesalahpahaman selalu terjadi. Banyak orang menganggap bahwa hari tersebut adalah hari ibu,  tanpa mengetahui bagaimana sejarah tanggal 22 Desember. Apakah itu berarti narasi perempuan sudah atau bahkan tidak diajarkan di sekolah? Bisa jadi itu adalah penyebab kepapa banyak terjadi kesalahpahaman dalam memaknai hari ibu. Dari lembaga pendidikan yang seharusnya memberikan pengajaran dan pengarahan yang seharusnya, justru lalai dalam memberikan pemahaman mengenai itu.

Dalam sejarah, kenapa tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu karena pada tanggal 22 Desember adalah pertama kalinya diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia yang dilaksanakan di Dalem Jayadipuran, Yogyakarta. pada tahun 1928. Pada tanggal tersebut berbagai pemimpin dari organisasi perempuan di seluruh Indonesia berkumpul untuk bersatu dan berjuang untuk kemerdekaan serta perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai gagasan dan pemikiran diungkapkan pada hari itu. Selama tiga hari sejak tanggal 22 sampai 25 Desember 1928, banyak dibahas isu-isu penting yang terjadi di kalangan perempuan.

Pada tahun 1938, Kongres Perempuan Indonesia III di Bandung menyatakan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Selanjutnya, dikukuhkan oleh Pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959. Semenjak hari itu juga hingga sekarang, tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu.

Seharusnya setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Kongres Perempuan Indonesia, bukan malah dipahami sebagai Hari Ibu. Bagaimana bisa pemahaman salah kaprah seperti itu masih saja berlanjut hingga sekarang ini. Bahkan sering dilakukan oleh banyak orang Lalu bagaimana dengan nasib generasi-generasi selanjutrnya yang akan menjadi pewaris budaya tersebut. Hanya mengikuti tanpa tahu menahu mengenai sejarahnya.

Posisi Ibu memang sangat strategis, bahkan dalam sebuah hadits, penghormatan kepada seorang Ibu disebutkan hingga tiga kali. Berbeda dengan ayah yang hanya disebutkan sekali saja. Namun hal itu bukan menjadi tolok ukur adanya perayaan hari ibu yang dirayakan setiap tanggal 22 Desember. Apakah itu berarti hanya sekali dalam setahun kita menunjukkan rasa kasih sayang kita dan penghormatan kita pada seorang Ibu. Namun dalam kehidupan sehari-hari selain hari Ibu justru kita lalai akan kewajiban kita terhadap Ibu. Tentu itu adalah hal yang bisa dianggap kurang wajar.

Jika disuruh untuk memilih, seorang ibu manakah yang memilih dihormati setahun sekali dengan setiap hari? Tentu lebih baik tanpa ada perayaan setahun sekali, tapi rasa hormat dan patuh kita kepada seorang Ibu selalu kita terapkan setiap harinya. Namun apabila makna dan isi hari ibu bertujuan untuk memuliakan ibu, silakan lakukanlah perayaan hari ibu, tapi ingat bukan setahun sekali tetapi disetiap hela nafas.

Sebagai seorang terpelajar, tentu kita juga akan paham mengenai hal itu. Memperingati tanggal 22 Desember sebagai peringatan Hari Ibu bukan merupakan hal yang bisa dibenarkan. Oleh karena itu, mari kita kupas tuntas kurangnya literasi untuk menyiapkan generasi-generasi yang lebih unggul dan tentunya paham akan sejarah.

Untuk mengurangi atau mencegah kesalahpahaman mengenai Hari Ibu, perlu adanya peran dari lembaga pendidikan guna memberikan pengarahan dan pengajaran mengenai sejarah Hari Ibu, sehingga anak-anak yang ketika di bangku sekolah dasar, tidak langsung mentelan mentah-mentah informasi tersebut. Jika pemahaman mengenai Hari Ibu sudah disampaikan sejak dini, tentu tidak akan ada kesalahpahaman memperingati tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Mari rayakan hari ibu setiap hari, Insya’a Allah jalan yang kita tempuh akan lebih baik dan lebih indah.

 Oleh: Zahrotul Muniroh, Mahasiswi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang

 

 

 

0 Komentar