KONFLIK ANTAR MUSHOLA ATAU MASJID DI DAERAH PEDESAAN

 


 

Masjid atau Mushola adalah pusat kegiatan beribadah bagi umat islam. Seperti mengaji, mengajar, berdakwah, dan kegiatan lain yang masih berhubungan dengan ibadah umat islam. Dari situlah seharusnya umat islam mampu merancang masa depannya. Baik dari segi agama, ekonomi, politik, sosial dan lain-lain. Namun realita yang sering kita temukan justru dengan didirikannya beberapa Mushola atau masjid di suatu daerah tertentu malah menimbulkan konflik yang terjadi antar mushola. Atau bisa jadi kemungkinan terjalin Kerjasama antar Mushola atau Masjid tersebut. Namun kecil kemungkinan jika terjalin kerja sama di dalamnya.

 

Perkembangan masjid pada masa sekarang ini yang begitu pesat dapat dilihat di kota-kota bahkan sampai ke pelosok desa. Masjid atau Mushola mudah kita jumpai dimana saja, baik di terminal, tempat rekreasi, dan tempat-tempat lainnya yang sering dikunjungi oleh banyak orang. Keadaan tersebut di satu sisi tentu akan membuat hati kita bahagia karena perlahan mulai sadarnya umat islam akan pentingnya sholat. Mereka berharap dengan didirikannya Mushola atau Masjid di berbagai tempat dapat mempermudah mereka dalam melaksanakan sholat. Mengingat zaman sekarang banyak kegiatan yang dilakukan di luar, sehingga dengan begitu akan mempermudah kita juga dalam menjangkau tempat beribadah dan tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan biaya.

 

Namun di sisi yang lain, sering kita temukan konflik yang bermunculan yang terjadi antar Mushola atau Masjid di suatu daerah. Hal yang biasanya memicu konflik tersebut adalah beda faham dan beda politik. Perbedaan tersebut sering kali yang memicu perserteruan antar Mushola atau Masjid di suatu daerah. Konflik-konflik yang bermunculan tersebut pastinya mengganggu dalam proses beribadah, karena orang akan memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal itu. Keadaan Mushola atau Masjid adalah yang mencerminkan keadaan umat islam juga. Mushola atau Masjid yang makmur menunjukkan kemajuan umat di sekitarnya, sedangkan konflik yang terjadi antar Mushola dan Masjid menunjukkan kualitas iman dan tanggung jawab umat islam sendiri yang justru mengalami kemunduran.

 

Mewujudkan Mushola atau Masjid yang makmur memang sudah seharusnya sudah menjadi kewajiban bagi seluruh umat islam. Karena Masjid adalah tempat yang suci dan juga sebagai sarana beribadah untuk umat islam, sehingga umat islam dituntut untuk mampu memakmurkannya dan mengoptimalkan kegiatan yang berjalan didalamnya dapat berjalan dengan sebaik mungkin.

 

Memang kebanyakan sering kita temui di berbagai daerah sering terjadi konflik antar mushola, namun tidak semuanya. Masih ada beberapa Mushola atau Masjid di suatu daerah yang sedikit kemungkinan adanya konflik dan justru terjalin kerja sama antar Mushola atau Masjid tersebut. Hal tersebut karena faktanya memang hanya ada satu faham di daerah tersebut, yaitu NU. Seperti yang sudah saya jelaskan diatas tadi bahwa suatu hal yang memicu adanya konflik antar Mushola atau Masjid adalah beda faham dan beda politik.

 

Ada satu Mushola yang Mushola itu biasanya dijadikan pusat dakwah para Jahulak atau istilah umumnya yang sering kita dengar adalah Jama’ah Tabligh. Ada beberapa orang di Desa tersebut yang tidak mengikuti aliran NU. Namun karena jumlah mereka yang minoritas dan memang tidak ingin menimbulkan konflik di Desa, jadi perbedaan itu bukan menjadi suatu masalah. Mereka menjalankan ibadah mereka sesuai kebutuhan mereka sendiri dan tetap menghargai aliran NU yang menjadi mayoritas di Desa tersebut.

 

Tidak seharusnya dan tidak sewajarnya hal seperti itu terjadi diantara umat islam sendiri. Perbedaan adalah suatu hal yang wajar terjadi di dalam kehidupan sosial masyarakat. Setiap orang memiliki hak kebebasan berpendapat, tidak memandang miskin atau kaya atau bahkan beda aliran. Semua orang bebas untuk berpendapat.

 

Perbedaan tidak seharusnya menjadi penghalang kita dalam berkehidupan. Baik NU, Muhammadiyah, atau aliran-aliran yang lain semuanya memiliki ajaran masing-masing. Kita tidak boleh menjudge bahwa aliran NU adalah aliran yang paling benar, atau bahkan sebaliknya Muhammadiyah juga. Kalau kita flashback mengenai pendiri aliran NU dan Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan KH Hasyim Asyari adalah dua orang sahabat yang belajar pada guru yang sama. Muhammadiyah dan NU Sebenarnya Satu Guru Satu Ilmu. Namun justru yang terjadi pada generasi penerus kedua aliran tersebut justru malam berseteru dan sering terjadi konflik.

 

Yang seharusnya kita lakukan adalah menjaga kerukunan diantara umat islam sebagai salah satu bukti kemakmuran dan kejayaan umat islam terutama di daerah pedesaan yang mayoritas penduduknya fanatik pada aliran masing-masing. Bukan malah menjadikan perbedaan itu sebagai konflik yang umum terjadi di berbagai daerah, seperti halnya yang terjadi pada antar Mushola atau Masjid di berbagai daerah.

Oleh: Zahrotul Muniroh, Mahasiswa Program Study Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo Semarang.

0 Komentar